RSS

PPI yang semakin Mendewasa



Sudah tidak penting lagi rasanya untuk membahas singkatan atau arti atau definisi dari PPI, yang ingin “dipamerkan” justru kinerja dan prestasi-prestasi yang sudah ditorehkan oleh all member PPI.
PPI bukan tipe kumpulan manusia-manusia talk only, tapi kesemuanya adalah action Only. 




Perjalanan menyejarah dan yang menempa mereka menjadi jauh lebih bijak dalam memandang hidup telah berhasil dijalani. Kutoarjo, Jogjakarta, Magelang salah satu kota yang menjadi saksi kedewasaan PPI.






Berikutnya adalah situ Cisanti, Pantai indah Sawarna dan gunung padang (peninggalan sejarah megalitikum) merupakan bekas jejak2 perjalanan kedewasaan mereka. Dan mari sekarang berbicara lebih dekat secara personal mengenai arti PPI buat all member: 

De Ratih:


"PPI untukku seperti cinta anak kepada ibunya dan sebaliknya cinta ibu kepada anaknya. Ketika seorang ibu memarahi anaknya. Sang anak akan tetap memanggilnya ibu dan kembali kepangkuannya. 
Seorang ibu selalu menasehati, mendoakan kebaikan untuk anaknya tanpa diminta, menerima kekurangan anaknya dan menyayangi dengan tulus. 
PPI.... hadiah spesial dari Allah untukku. 
Ukhuwah adalah cinta yang mengalir melalui keimanan, bersemi dengan pupuk nasehat, terawat dalam doa dan berbuah pertemuan di syurga. ukhuwah menguatkan, menjaga, memperbaiki, memberi, menghilangkan kelalaian dan saling mengingatkan. luv U all coz Allah...=> Teh Shiren, Teh Cipa, Teh Anggi, Mbak Mer.... keep solid."


Neng Ciffa:

"PPI mendewasakanku, menghalau kegalauan, memberi spirit, InsyaAllah membuatku lebih baik dan bahagia."

Aku dan ppi, awal ketemu biasa aja malah mikirnya mereka jutek,eh ternyata pas kita dipersatukan dalam sebuah genk islami Нɑά♡˘°˘нɑά♡˘°˘нɑά♡"̮. Kita kompak,saling mengingatkan satu S̤̥̈̊ƌ̲̣̣̣̥ṁ̭̥̈̅̄ɑ̤̥̈̊ lain dan g mau dipisahkan bagaikan prangko,orangnya asyik bersyukur ketemu mereka,anggi narsis abis,t ratih skrng agak dewasa dan ketularan narsis,mba mer yg sok kalem dan anggun,reni yg dituakan di genk kita Нɑά♡˘°˘нɑά♡˘°˘нɑά♡"̮
 jeritan suara hati yang sudah terungkap
Teh Anggi:




"Seperti role model sekaligus cermin untuk aku yang sedang berusaha istiqamah di jalan hijrah.
Seperti lingkaran yang melindungi dari hal-hal negatif yang bisa saja muncul di tengah-tengah kehidupan yang kejam di kota besar ini #tsah 
Seperti keluarga yang memberikan kenyamanan ketika ingin menjadi diri sendiri dengan segala kelemahan dan aib-aibnya 
Seampuh coklat ketika menjadi moodbooster sekocak raditya dika ketika menjadi penghibur
Intinya Feel blessed telah dipertemukan dengan PPI :') 
Setelah beberapa moment terlewati, semakin merasa kami itu serasi saling melengkapi dan mengerti seperti sepatu yang walaupun berbeda tetapi tetap berjalan beriiringan dengan segala kekurangan dan kelebihannya semoga Allah ridhai Ukhuwah qta Lads :') dan semoga Allah ijinkan qta untuk bersua di surga nanti. *Aamiin 
Bareng2 Mari Sukseskan Umrah Bersama qta Lads!!!"

Ibu Peri:


"PPI itu menginspirasiku.
Ada sosok yang unik penuh gairah, lembut, penuh senyum, dan ada pula sosok yang penuh dengan cita-cita tingginya.
Menyukai petualangan, semoga sepuluh, dua puluh, hingga lima puluh tahun kedepan kita wujudkan petualangan-petualangan baru. Musim semi di Jepang di menara Tokyo... that's my dreams.
Mereka luar biasa. tetep sehat dan makan yang banyak yaah.
aku mencintai kaliaaaaaaaan."


Dewan syariah PPI:




"PPI itu Para Pencari Ikhwan, Dezzzzzzzzzzzing"
wkwkwkwkwkwkwkwk

Notes:
"Kesemua Photo member adalah photo-photo lumayan ter update, kecuali Dewan Syariah PPI. itu photo diambil waktu masih jaman cabe-cabean hehehe"
Semenjak memutuskan untuk menikah serta resign dari  pekerjaannya dan memilih hidup bersama lelaki yang dipilihnya dan dicintainya, Mr. Fanny Gunawan Taufik. Stylenya rada berubah, rok jeans, kemeja kece, sepatu bertali dan tas ranselnya sedang diparkir dulu pemirsah. Baju daster dan jilbab blus menjadi atribut hariannya. Wanginya jadi signifikan berubah, sekarang Dewan Syariah wanginya bukan wangi minyak wangi tapi wangi minyak kayu putih. So' ngak tega buat ambil gambar ter update heheheheh

Kira-kira penyebabnya apa yaa...........????? Mhmmmm, ternyata Dewan Syariahnya lagi bunya Dede Utun, alhamdulillah.........

Menjadi Kyoiku mama


"dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."  
 (QS. Al-Ahzab:33)

Saya sangat mengagumi Ayat ini. Sepemahaman saya, ayat ini adalah ayat yang di khususkan untuk wanita, supaya syurganya terjaga. Mengapa demikian? seperti yang kita tahu jihadnya wanita yang utama adalah di dalam rumahnya, Sebagai istri, sebagai ibu bagi anak-anaknya, peran di masyarakat dan negara bila mempunyai keahlian namun dengan batasan-batasan yang telah disyariatkan dan tentunya setelah kewajibannya sebagai ibu rumah tangga terpenuhi.

Photo _keluarga IGo Nagoya_


Berikut beberapa artikel tentang Ibu Rumah tangga di Jepang:

Di Jepang ada namanya “kyoiku mama” (ibu pendidikan) para ibu di Jepang rata-rata tidak bekerja, tapi hanya untuk mendidik dan mengurusi anak2 mereka mulai bangun, berangkat pulang sekolah, kursus, les, sampai tidur lagi, semuanya di bawah didikan sang ibu. 

Para kyoiku mama ini menanamkan kesopanan, kebersihan pada anak mereka, rata2 mereka lulusan S1/S2. Mereka sekolah tinggi bukan untuk berkarier tapi “mendidik anak” itulah karier mereka yang tertinggi. 

Dan kemajuan ekonomi Jepang adalah karena ditopang oleh kyoiku mama ini makanya tidak heran kalau orang Jepang itu disiplin, etos kerja tinggi, menjaga kebersihan itu semua hasil didikan para kyoiku mama, sehingga sekolah hanya untuk menstransfer ilmu saja. 

Sementara “Ryousai kenbo” adalah slogan yang kembali digalakkan pemerintah Jepang, istilah ini muncul di jaman restorasi Meiji dan banyak dianut keluarga Jepang untuk mewujudkan keluarga harmonis ideal. 

Ryousai: istri yg baik 
Kenbo: ibu yang bijaksana 

Intinya menyerukan bahwa wanita peran terhormat sebagai istri yang baik dan bijaksana, pembagian peran alami sesuai fitrah antara perempuan dan laki laki. 

Peran perempuan sebagai menteri dalam negeri dan motivator domestik rumah tangganya dan peran lelaki jadi menteri luar negri keluarganya sebagai motivator logistik dan publik. 

Di Jepang peran ini kembali digalakkan karena sekarang perempuan memilih melajang menjadi wanita karier sehingga presentasi pertumbuhan penduduk muda usia produktif di negara mereka menurun. 

Tentu saja kasus kekerasan remaja dan bunuh diri di Jepang pada usia sekolah terus bertambah karena tidak terpenuhinya kualitas hubungan ibu dan anak yang menunjang pertumbuhan emosi anak. 

Jadi wajar pemerintahan Jepang sangat memberi tempat terhormat pada peranan ibu rumah tangga yang berkualitas, karena kemajuan bangsanya kelak pun tetap ditopang oleh kualitas ibu-ibu rumah tangganya sebagai pembentuk kualitas karakteranak anak mereka. 

Sungguh luar biasa, “ibu rumah tangga adalah profesi idaman” di Jepang. Bagaimana dg kita?

Sumber: Majalah Ummi 



-Mandirinya Ibu-Ibu di Jepang---

 
Hari ini tepat seminggu saya berada di Chiba, Jepang.

Selama seminggu, hal yang paling menarik perhatian saya adalah tentang kemandirian yang dimiliki oleh ibu-ibu di sini.

Sebagai pengantar, sangat jarang keluarga yang memiliki asisten rumah tangga, seperti layaknya keluarga di Jakarta, sehingga semua urusan rumah tangga ya dikerjakan oleh si ibu. Dari mulai beres-beres rumah, belanja kebutuhan rumah tangga, mengurus kebutuhan anak seharian termasuk mengantar jemput si anak ke sekolah. Yang lebih serunya lagi, di sini sangat sulit mendapatkan surat izin mengemudi, ditambah mahalnya harga mobil dan harga parkir, sehingga ibu-ibu di sini lebih memilih sepeda sebagai kendaraan sehari-hari.

Sepeda yang umum dipakai oleh ibu-ibu disebut mamachari. Sepeda ini umumnya harganya sedikit lebih mahal dari sepeda biasa karena konstruksinya memang dibuat untuk mampu membawa 2 anak, di boncengan belakang dan boncengan depan.

Jadi pemandangan seperti ini sudah biasa saya temui di jalan-jalan di Chiba.

FYI, tidak semua jalan raya di Chiba ini mendatar atau menurun, banyak juga tanjakan yang lumayan banget lho, kalo harus sambil gowes bawa 2 anak

Ibu dengan 2 anak, biasanya yang besar sudah bisa jalan (walaupun masih balita) dan yang kecil digendong dengan ergo, bisa santai belanja kebutuhan rumah tangga di supermarket. Tidak ada baby sitter dan tidak ada supir untuk membantu memasukkan belanjaan ke mobil.

Selesai belanja, mereka masih harus membungkus dan mengemas belanjaan mereka sendiri, tidak dibantu oleh mas-mas kasir seperti yang kita jumpai di super market di Jakarta Keluar dari supermarket, anak-anak didudukkan ke kursinya, pasangi helm, masukkan plastik belanjaan ke stang sepeda, dan lalu gowes ke rumah.

Jarang sekali saya temui ibu-ibu di sini cemberut dan memarahi anaknya di supermarket, seperti yang sering saya lakukan dulu mereka sungguh santai menjalani perannya sebagai ibu. Tidak ada beban.

Suatu sore saya berkesempatan untuk mengobrol dengan kumpulan ibu-ibu di taman belakang asrama saya, mereka bilang begini:

Di sini tidak semua perempuan dikasih kesempatan jadi ibu, maka kita-kita ini yang sudah diberi anugerah harusnya memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Toh anak-anak kita tidak akan kecil selamanya, embrace the moment. Nanti kalau mereka sudah besar, kita akan sangat rindu dengan tangisan dan teriakan mereka

Ouchhh, tertampar deh dengar perkataannya…

Saya, waktu tinggal di Indonesia termasuk ibu-ibu dengan tingkat kesabaran sangat rendah. Bawaannya spanneng kalo pergi dengan 2 anak ga ajak rombongan ART Tapi di sini, saya disadarkan bahwa menjadi ibu itu sungguh suatu anugerah. Jadi seharusnya saya bersyukur masih bisa punya anak 2 meskipun 2-2nya termasuk yang susah diam Apalagi sekarang saya terpaksa berpisah sementara dengan kedua anak saya.

Jadi untuk ibu-ibu di Jakarta sana, yang masih bisa memandangi buah hatinya saat terlelap, yang masih bisa menyusui anaknya setiap saat, yang masih bisa melihat keaktifan anaknya yang ga mau diam, syukuri itu…

Mereka ga selamanya jadi anak kecil. Dan terutama karena tidak semua perempuan berkesempatan mengalami itu semua. Embrace the moment….

Ada kalimat terakhir yang bikin saya super haru:

bersyukur dengan tulus….
dan ikhlas itu akan datang dengan sendirinya….

Semoga bermanfaat ...
Repost from: mommiesdaily dengan sedikit diedit.
 

06 Oktober 2013 You Are My Junjunan Heart Right Now


Mhm.... akhirnya, tiba juga saatnya saya menuliskan kisah ajaib ini. Jujur, rasanya baru kali ini kesadaran saya kembali seratus persen hehehe... Kemarin-kemarin kesadaran saya entah minus atau plus, hanya Allah swt yang tahu.

alkisah, setelah mendapat "data-data" saya berinisiatif pasang strategy, the candidat musti mengunjungi kampung halaman saya yang letaknnya agak berdekatan dengan Australia. Ruarrrr biasanya The Candidat berhasil membuat saya terdesak, dengan kehadirannya kerumah menemui orang tua tercinta. Belum beres sampai disitu saya mengusulkan rute ajaib untuk the candidat, tapi ternyata rute fenomenalnya bisa dilalui dan ngak bikin die kapok. Saya makin terdesak, tapi jujur saya suka didesak #ngaco.

Akhirnya, terjadilah kisah menyejarah di hidup saya. Hari Ahad, 06 Oktober 2013 saya resmi menyandang gelar Ny Fanny Gunawan Taufik. Usia saya saat itu tepat 25 tahun lebih 2 hari (versi KTP). Usia yang sangat matang  bagi perempuan untuk menikah. Namun di tahun itu sama sekali saya tidak memiliki rencana menikah, itu dia yang bikin saya rada stres, intinya kurang persiapan hehehe.

Tiga hari di rumah, abis itu langsung ngikut suami. Pindah ke kota yang tentunya tidak saya kuasai medannya. Tentu saja saya harus berpisah dengan pekerjaan, relasi bisnis, teman, kerabat  dan keluarga. Selanjutnya saya harus beradaptasi dengan lingkungan yang sangat asing, dan itu sangat menguras energi.

Adaptasi yang paling unik yaa, sama si Dia itu. Saya mengingat betul pertemuan pertama, saat si Dia datang ke rumah menemui kedua orang tua dan saya. Dan kita tidak berbicara banyak, kau hanya bilang udaranya sejuk dan ngak keberatan dengan jarak yang telah kau tempuh.

Pertemuan kedua, pas dilamar. Saat itu kita tidak berkomunikasi langsung satu sama lain juga. komunikasi dilakukan via sMs, informasi posisi saat menuju rumahku dan setelahnya. Pertemuan ketiga, saat saya dan keluarga mengujungi kediaman si Dia. Kau hanya menyapaku dengan bundel kertas persyaratan-persyaratn untuk menikah.

Pertemuan keempat, "ijab kabul"alhamdulillah.... setelah itu ceritanya makin bikin saya ngahuleng, grogi, terharu, bahagia, bingung, merenung, menangis, tertawa dan bersyukur. Engkau bukanlah Malaikat, begitupun denganku. Tapi Aku bersyukur Allah telah mengirimkanmu hadir dikehidupanku. 

Saat ini, hampir tiga bulan usia kandunganku. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"